Salam perpaduan salam perjuangan!
Pengunaan BIN atau BINTI dalam Islam

Penggunaan perkataan "bin" atau "ibn" dalam bahasa Arab
bergantung kepada kedudukannya dalam ayat. "Ibn" adalah tranliterasi
daripada alef-ba-nun yang digunakan pada awalan nama. Sekiranya istilah
muncul di tengah-tengah nama, huruf alef ditinggalkan dan istilah itu
ditulis sebagai "bin" (بن). Kedua-dua transliterasi sejajar dengan perbezaan sebutan dalam bahasa Arab.
Bin dalam Islam adalah menurut perintah Allah dalam Surah Al-Ahzab, Ayat 5:-
- Panggillah anak-anak angkat itu dengan ber"bin"kan kepada bapa-bapa mereka sendiri; cara itulah yang lebih adil di sisi Allah. Dalam pada itu, jika kamu tidak mengetahui bapa-bapa mereka, maka panggilah mereka sebagai saudara-saudara kamu yang seagama dan sebagai "maula-maula" kamu dan kamu pula tidak dikira berdosa dalam perkara yang kamu tersilap melakukannya, tetapi (yang dikira berdosa itu ialah perbuatan) yang disengajakan oleh hati kamu melakukannya dan (ingatlah) Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani.
Surah Al-Ahzab, Ayat 5
Penggunaan sistem patronimik membenarkan susur galur seseorang di susur selagi ada, sebagai contoh Ibn Khaldun
memberikan nama penuhnya sebagai Abd ar-Rahman ibn Muhammad ibn
Muhammad ibn Muhammad ibn al-Hasan ibn Muhammad ibn Jabir ibn Muhammad
ibn Ibrahim ibn Abd ar-Rahman ibn Khaldun.
Di Malaysia, Jabatan Pendaftaran Negara
pernah menggunakan sistem penamaan tanpa "bin" bagi pendaftaran anak
angkat (Contoh Ali Murad bererti Ali merupakan anak angkat kepada Murad.
Ali bin Murad menunjukkan anak sebenar). Namun demikian, pada 12 Julai 2008, akhbar telah melaporkan bahawa tindakan ini bersalahan dengan hukum syarak dan perlu menggunakan bin/binti Abdullah.
Patronimik masih digunakan di kebanyakan Dunia Arab khususnya Arab Saudi. Bagaimanapun, kebanyakan Dunia Arab telah beralih kepada sistem nama keluarga. Sebagaimana nama Inggeris, nama keluarga masih berasaskan nama yang dahulunya patronimik.
Di Iraq,
nama penuh dihasilkan dengan mencantumkan nama orang perseorangan
dengan nama bapa (kadangkala nama bapa ditinggalkan, sebaliknya nama datuk digunakan atau kedua-dua nama bapa dan datuk digunakan) bersama-sama dengan nama bandar, desa, atau suku kaum. Sebagai contoh, Hayder Muhammed al-Tikriti adalah anak Muhammed yang bernama Hayder dan berasal dari bandar Tikrit.
Berikut adalah penjelasan lanjut berkenaan dgn penggunaan BIN atau BINTI dalam islam:
Soalan:
hukum menambahkan BIN / BINTI dan nama orang tua dibelakang nama seseorang, apakah ada dasarnya menurut syariat Islam?
Definisi Nasab
Nasab secara etimologi berarti al qorobah (kerabat), kerabat
dinamakan nasab dikarenakan antara dua kata tersebut ada hubungan dan
keterkaitan. Berasal dari perkataan mereka nisbatuhu ilaa abiihi nasaban
(nasabnya kepada ayahnya)… Ibnus Sikit berkata,”Nasab itu dari sisi
ayah dan juga ibu.” Sementara sebagian ahli bahasa mengatakan,”Nasab itu
khusus pada ayah, artinya seseorang dinasabkan kepada ayahnya saja dan
tidak dinasabkan kepada ibu kecuali pada kondisi-kondisi exceptional.
Sedangkan nasab menurut terminologi, setelah dilakukan banyak penelitian pada berbagai referensi dari madzhab-madzhab fiqih yang empat maka tidak ditemukan tentang definisi terminologi (syar’i) terhadap nasab. Kebanyakan fuqoha mencukupkan makna nasab secara umum yang digunakan pada definisi etimologinya, yaitu bermakna al qorobah baina syakhshoin (kekerabatan diantara dua orang) tanpa memberikan definisi terminologinya.
Sedangkan nasab menurut terminologi, setelah dilakukan banyak penelitian pada berbagai referensi dari madzhab-madzhab fiqih yang empat maka tidak ditemukan tentang definisi terminologi (syar’i) terhadap nasab. Kebanyakan fuqoha mencukupkan makna nasab secara umum yang digunakan pada definisi etimologinya, yaitu bermakna al qorobah baina syakhshoin (kekerabatan diantara dua orang) tanpa memberikan definisi terminologinya.
Makna inilah yang digunakan untuk melegitimasi keberadaan nasab
terhadap seorang tertentu atau tidak ada nasab baginya. Diantara
berbagai definisi secara umum tersebut ada definisi dari al Baquri yaitu
ia nasab adalah al qorobah (Kerabat) yang artinya rahim. Lafazh ini
mencakup setiap orang yang ada kekerabatan diantara kamu dengan orang
tersebut, baik dekat maupun jauh, dari jalur ayah atau ibu."
Beberapa peneliti kontemporer berusaha memberikan definisi nasab
dengan makna khusus yaitu kekerabatan dari jalur ayah dikarenakan
manusia hanya dinasabkan kepada ayahnya saja. (al Bashmah al Warotsiyah
hal 2)
Penisbahan Bin / Binti Dibelakang Nama
Peletakan nama bin (anak laki-laki) dan binti (anak perempuan) yang
disertai dengan nama ayahnya setelah nama anaknya adalah sesuatu yang
disyariatkan didalam agama Islam.
ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ
Ertinya : “Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka.” (QS. Al Ahzab : 5)
Didalam ayat itu Allah swt meminta agar setiap anak dinisbahkan
kepada ayahnya tidak kepada ibunya, sehingga disebut fulan bin fulan
tidak fulan bin fulanah. Ketika seseorang dipanggail atau diseru ia juga
dipanggil dengan,”Wahai bin fulan.” Tidak “Wahai bin fulanah.”
Pada hari kiamat pun manusia akan dipanggil dengan namanya yang
dinisbahkan kepada ayahnya, fulan bin fulan, sebagaimana disebutkan
didalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar dari Nabi
saw:
"Sesungguhnya seorang pengkhianat akan mengangkat sebuah panji untuknya pada hari kiamat. Dikatakan kepadanya,’Inilah pengkhianatan fulan bin fulan." (HR. Bukhori)
Ibnu Batthol mengatakan, Panggilan dengan ayahnya lebih bisa dikenal
dan lebih mengena untuk membedakannya dengan orang lain.” (Fathul Bari
juz X hal 656)
Penisbahan seorang anak kepada ayahnya ini dikarenakan ayahnya adalah
pemimpin bagi istri dan anak-anaknya baik didalam maupun diluar rumah.
Firman Allah swt
Ertinya : “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita).” (QS. An Nisaa : 34)
Qowwam (pemimpin) didalam ayat itu berarti bahwa laki-laki (ayah) lah
yang bertanggung jawab didalam memberikan nafkah, mengarahkan akhlak
dan prilaku mereka. Kaum lak-laki juga yang menjadi hakim, pemimpin,
orang yang berperang, bukan kaum wanita…
Ayat ini menjelaskan kelebihan mereka terhadap kaum wanita didalam
hal warisan dan juga kaum laki-laki diwajibkan memberikan mahar serta
nafkah sementara manfaat dari kelebihan ini akan kembali kepada kaum
wanitanya.
Disebutkan bahwa kaum laki-laki memiliki kelebihan didalam akal dan
penataannya maka mereka diberikan hak kepemimpinan daripada kaum wanita.
Disebutkan pula bahwa kaum laki-laki memiliki suatu kelebihan yaitu
kekuatan didalam dirinya dan karakter yang tidak dimiliki para wanita.
Karakter laki-laki biasanya panas dan gersang maka mereka memiliki power
dan kekuatan sedangkan karakter perempuan biasanya lunak dan sejuk maka
mereka adalah orang-orang yang lembut dan lemah. Oleh karena itu kaum
laki-laki diberikan hak kepemimpinan daripada kaum wanita. (al Jami’ li
Ahkamil Qur’an juz V hal 152 – 153)
Pemeliharaan Islam Terhadap Nasab
Allah swt menjadikan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar bisa saling kenal mengenal, sebagaimana firman-Nya :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ ﴿١٠Ertinya : “Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al Hujurat : 10)
Realita berbangsa-bangsa dan bersuku-suku ini tidak akan bisa
diketahui tanpa adanya saling kenal mengenal dan interaksi kecuali
dengan mengetahui nasab-nasab mereka dan memeliharanya dari
ketercampuran dan kerancuan dari nasab-nasab orang selainnya…
Islam membatalkan setiap bentuk hubungan yang telah dikenal oleh
sebagian umat dan masyarakat yang menyimpang dari syariat Allah yang
lurus. Islam tidak membolehkan hubungan selain hubungan yang ditegakan
diatas pernikahan yang syar’i dengan berbagai persyaratan yang telah
ditentukan atau memiliki budak yang juga telah ditentukan, firman-Nya,
Ertinya : “dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu. Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al Mukminun : 5 – 7)
Diantara pemeliharaan islam terhadap nasab adalah kecamannya yang
keras terhadap berbagai pengingkaran nasab dan ancaman kepada para ayah
dan ibu yang mengingkari keberadaan nasab anak-anak mereka, sikap
berlepas dirinya dari anak-anak itu, atau ketika menasabkan seorang anak
yang bukan dari mereka.
Sabda Rasulullah saw,”… Dan setiap laki-laki yang mengingkari anaknya
padahal dia mengetahuinya maka Allah menghijab darinya pada hari kiamat
serta Dia swt akan menghinakannya dihadapan orang-orang yang terdahulu
dan belakangan.” (HR. Abu Daud)
Islam mengharamkan penasaban seseorang kepada selain ayahnya
sebagaimana sabda Rasulullah saw yang berisi ancaman keras terhadap
pelakunya,”Siapa yang menganggap kepada selain ayahnya sedangkan dia
mengetahui bahwa dia bukanlah ayahnya maka surga diharamkan atasnya.”
(HR. Bukhori)
Islam membatalkan pengangkatan anak, penasaban anak angkat kepada
ayah angkatnya, setelah hal ini dianggap biasa dan tersebar dikalangan
orang-orang jahiliyah pada awal-awal islam. Allah swt berfirman :
ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِندَ اللَّهِ فَإِن لَّمْ تَعْلَمُوا آبَاءهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْErtinya : “Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, Maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu.” (QS. Al Ahzab : 5)
(al Bashmah al Warotsiyah hal 3 – 4)
Wallahu A’lam
No comments:
Post a Comment